Di Desa Sumbersalak, Kecamatan Curahdami, terdapat sebuah kisah tragis yang melibatkan keluarga miskin yang tidak mendapatkan hak-haknya secara adil. Seorang lelaki tua bernama Saniman, yang hidup dari pekerjaan serabutan, merasa terkejut saat mengetahui bahwa namanya terdaftar sebagai penerima bantuan sosial, namun tidak pernah menerima bantuan tersebut. Hal serupa juga dialami oleh seorang nenek berusia 70 tahun bernama Turni, yang bantuan atas namanya tercatat telah tersalurkan namun tak pernah sampai ke tangan keluarganya.
Kisah ini menjadi sorotan karena diduga terdapat praktik penyimpangan yang dilakukan oleh oknum di desa tersebut. Berdasarkan investigasi yang dilakukan, sebanyak 28 dari 124 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Desa Sumbersalak diduga menjadi korban praktik penyimpangan yang merugikan mereka secara finansial. Banyak dari mereka yang tidak hadir saat pemanggilan klarifikasi dari pihak terkait, karena takut, tidak tahu, atau bahkan intimidasi.
Selain menimbulkan penderitaan baru bagi keluarga miskin, praktik penyimpangan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keberpihakan program bantuan sosial kepada rakyat miskin. Apakah program seperti Program Keluarga Harapan (PKH) masih benar-benar dimiliki oleh rakyat miskin, ataukah telah disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab?
Kehadiran aparat penegak hukum dan sorotan publik diharapkan untuk mengungkap dan menyelesaikan dugaan skandal PKH ini. Kasus di Desa Sumbersalak hanyalah sebagian kecil dari potensi penyimpangan yang lebih luas dalam program-program bantuan sosial di Indonesia. Rotasi uang negara yang seharusnya untuk kesejahteraan masyarakat menjadi pertanyaan besar jika terjadi penyimpangan seperti ini. Maka, keadilan harus segera ditegakkan untuk mengembalikan harapan dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem yang seharusnya melindungi mereka yang paling rentan.