Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan mengenai dampak buruk dari krisis iklim terhadap warga Jakarta. Salah satu efek dari krisis iklim adalah peningkatan frekuensi banjir besar yang sering melanda Jakarta setiap lima tahun sekali. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa dalam beberapa dekade terakhir, Jakarta telah mengalami banjir dahsyat setiap lima tahun dengan contoh kasus terjadi pada tahun 2025, 2020, dan 2015.
Dwikorita mengungkapkan bahwa pola banjir ini diperkirakan akan semakin sering terjadi seiring dengan perubahan iklim, terutama jika tidak ada upaya perbaikan dalam pengelolaan lingkungan. Hal ini menimbulkan risiko banjir yang dulunya lima tahunan menjadi lebih sering, bahkan kemungkinan terjadi setiap tahun. Berdasarkan data BMKG, suhu udara permukaan baik secara global maupun nasional mengalami peningkatan yang signifikan. Terdapat anomali suhu udara pada tahun 2024, melebihi kesepakatan Perjanjian Paris.
Krisis iklim ini juga berdampak langsung pada tren curah hujan ekstrem di Indonesia. Oleh karena itu, Dwikorita menekankan pentingnya kerja sama semua pihak terkait dalam mencegah peningkatan dan efek buruk dari krisis iklim. Tujuan utama dari Perjanjian Paris adalah untuk menjaga suhu rata-rata global agar tidak melampaui 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Namun, perubahan suhu udara yang sudah melebihi 1,5 derajat Celsius menunjukkan bahwa telah terjadi kelambatan dalam mencapai kesepakatan tersebut.
Dengan demikian, kerjasama dan kesadaran bersama dalam menjaga lingkungan serta mengurangi dampak krisis iklim diharapkan dapat mencegah peningkatan banjir yang merugikan. Menurut Dwikorita, semua pihak harus turut serta dalam upaya pencegahan agar kejadian banjir Jakarta yang rutin tidak menjadi kenormalan baru.