Penguburan warung pangku marak di Surabaya, khususnya di wilayah barat, telah menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat. Warung pangku tersebut awalnya berkedok sebagai warung kopi, namun berubah menjadi tempat hiburan malam yang tersembunyi. Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, tegas dalam memerintahkan penutupan praktik ini tanpa kompromi, dengan alasan Surabaya adalah kota yang kaya akan nilai-nilai agama. Instruksi tersebut disampaikan kepada kepala perangkat daerah (PD) dalam sebuah pertemuan di Graha Sawunggaling, Gedung Pemkot Surabaya, dengan harapan penindakan dapat dilakukan secara efektif.
Surabaya Barat, terutama daerah di sekitar Benowo, Lakarsantri, dan sekitarnya, disebut sebagai tempat di mana warung pangku membludak. Warung-warung ini biasanya beroperasi di bawah payung warung kopi atau angkringan tradisional. Namun, pada malam hari suasana menjadi berbeda. Fajar, salah seorang warga yang pernah mengunjungi warung pangku di daerah Benowo, mengungkapkan pengalamannya di mana perempuan muda sering kali menawarkan layanan ‘ditemani’ kepada pelanggan.
Eri Cahyadi juga menyoroti bahwa keberadaan warung pangku tidak hanya terkait dengan moralitas, namun juga dapat memicu tindakan kriminal. Ia menegaskan bahwa penindakan harus dilakukan tanpa pandang bulu kepada siapapun yang terlibat dalam praktik tersebut. Selain itu, Eri juga menekankan pentingnya menertibkan penjualan minuman keras ilegal dan praktik perjudian di kota Surabaya. Ia menegaskan untuk melibatkan kepolisian dan TNI dalam menyelesaikan masalah ini.
Dengan adanya penekanan dari Pemerintah Kota Surabaya terhadap warung pangku, masyarakat menaruh harapan agar instruksi ini dapat dijalankan dengan berkesinambungan. Namun, tetap menjadi pertanyaan besar apakah hal ini akan terjadi ataukah praktik ini akan terus berlangsung di bawah lindungan pihak yang tidak bertanggung jawab. Masyarakat menantikan aksi nyata dari pihak terkait, bukan hanya sebatas retorika.