Kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) membahas transfer data pribadi Indonesia ke AS, menyoroti pentingnya data di era digital. Ahli keamanan siber CISSReC Pratama Persadha mengungkapkan bahwa data telah menjadi komoditas strategis setara dengan energi atau mineral, yang diperhitungkan oleh negara besar sebagai instrumen pengaruh global. Dalam konteks Indonesia, potensi akses oleh entitas asing terhadap data pribadi warga menjadi perhatian serius, terutama ketika data tersebut mengalir ke negara seperti AS tanpa undang-undang perlindungan data federal yang sepadan dengan GDPR.
Data bisa dijelaskan sebagai rekaman informasi atau statistik yang mencerminkan elemen tertentu dari realitas. Namun, data juga lebih dari itu – informasi yang direkam, disimpan, dan diproses oleh komputer atau perangkat digital. Sebagaimana dikutip dari Forbes, data dianggap sebagai sumber daya berharga yang mendukung berbagai teknologi dan jaringan komunikasi.
Internet sendiri disebut mengandung data hingga lima juta terabyte, setara dengan lima hingga sepuluh triliun halaman buku. Oleh karena itu, data dianggap sebagai “emas baru” yang menjadi bahan baku penting dalam produksi berbagai produk dan layanan digital. Potensi data untuk memberikan wawasan berharga dan mendorong inovasi telah membuatnya menjadi fokus bagi banyak analis bisnis.
Transfer data lintas negara semakin penting di era digital saat ini, karena melibatkan perpindahan data melintasi batas negara. Untuk sebuah perusahaan multinasional atau individu yang beroperasi lintas negara, pemahaman terhadap transfer data dan aspek hukumnya sangat penting. Kerangka kerja hukum dan peraturan bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara privasi dan perlindungan data dengan fasilitasi arus data global. Dengan demikian, transfer data lintas negara menjadi topik penting dalam kaitannya dengan privasi dan keamanan data di era digital.