Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) memunculkan permasalahan seputar angka Rp63 triliun yang disebut-sebut sebagai penyebab kerugian masyarakat akibat kuota hangus. Marwan O. Baasir, Direktur Eksekutif ATSI meragukan cara perhitungan angka tersebut dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Rabu (16/7). Ia juga menegaskan bahwa semua anggota ATSI telah diaudit secara ketat oleh Big 4, sehingga mempertanyakan standar audit yang digunakan oleh lembaga Indonesia Audit Watch yang mengungkapkan dugaan kerugian tersebut.
Marwan menjelaskan bahwa paket data yang disediakan kepada pelanggan memiliki batas waktu penggunaan, sehingga sisa kuota tidak dapat dipindahkan ke bulan berikutnya. Hal tersebut disebabkan karena adanya batasan waktu bulanan dalam pembelian layanan internet dari Network Access Provider (NAP). Ia menegaskan bahwa anggapan mengenai sisa kuota yang merugikan masyarakat menurutnya tidak terbukti. Operator seluler kini sudah memiliki opsi paket rollover yang memungkinkan pelanggan membawa sisa kuota hingga bulan berikutnya dengan syarat tertentu dan harga yang lebih tinggi.
Dalam kaitannya dengan isu kuota hangus, terdapat beberapa aturan yang harus dipatuhi sesuai dengan UU No. 8/1999, PP 52 tahun 2000 Pasal 15 s/d Pasal 18, PP 46 tahun 2021, dan Peraturan Menkominfo 5 Tahun 2021. Marwan juga mengungkapkan bahwa sistem paket data berbasis volume dan jangka waktu yang diterapkan operator seluler membantu dalam memprediksi kapasitas yang dibutuhkan untuk memberikan layanan kepada pelanggan.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN Okta Kumala Dewi juga ikut membahas potensi kerugian negara akibat praktik hangusnya kuota internet pelanggan. Data dari Indonesian Audit Watch menyebutkan kerugian mencapai Rp63 triliun per tahun, yang dinilai merugikan pelanggan. Okta mendesak Kementerian Komdigi dan Kementerian BUMN untuk melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan kuota oleh operator seluler, serta memastikan transparansi penggunaan kuota yang tidak terpakai.