Pada suatu waktu sekitar 900 ribu tahun yang lalu, manusia hampir punah akibat perubahan iklim ekstrem yang terjadi. Populasi manusia purba menurun drastis menjadi hanya sekitar 1.280 individu yang masih mampu bereproduksi selama 117.000 tahun. Model komputer yang dikembangkan oleh ilmuwan dari China, Italia, dan Amerika Serikat menunjukkan fakta ini melalui studi yang dipublikasikan dalam jurnal Science pada 31 Agustus 2023. Informasi genetik dari 3.154 genom manusia saat ini digunakan dalam metode statistik untuk mengungkapkan bahwa sekitar 98,7 persen garis keturunan manusia telah hilang.
Penurunan populasi ini diyakini berkaitan dengan kesenjangan dalam catatan fosil, yang kemungkinan membuka jalan bagi munculnya spesies hominin baru yang menjadi nenek moyang bersama manusia modern dan Neanderthal. Periode dramatis yang mengalami perubahan iklim selama transisi pertengahan Pleistosen menyebabkan pertumbuhan populasi yang lambat. Namun, setelah periode tersebut berakhir, populasi manusia meningkat dengan cepat sekitar 813.000 tahun yang lalu. Penggunaan api dan pergeseran iklim yang lebih kondusif diyakini menjadi faktor yang berkontribusi pada peningkatan populasi tersebut.
Bukti paling awal penggunaan api untuk memasak makanan ditemukan dari 780.000 tahun yang lalu di wilayah Israel modern. DNA purba telah membantu menyusun kembali pemahaman kita tentang populasi manusia pada masa lalu. Dengan menggunakan model komputer yang memanfaatkan informasi genom manusia modern, peneliti dapat menarik kesimpulan tentang ukuran populasi pada titik-titik tertentu di masa lalu. Dalam penelitian ini, sekuens genetik dari 10 populasi Afrika dan 40 populasi non-Afrika digunakan untuk mengungkap misteri ini. Ini membuka bidang baru dalam studi evolusi manusia, memicu pertanyaan tentang bagaimana manusia purba mengatasi perubahan iklim ekstrem dan apakah evolusi otak manusia dipercepat oleh seleksi alam selama periode kemacetan tersebut.