Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyayangkan pernyataan mantan ketua KPK Agus Rahardjo yang menyebut Presiden Joko Widodo pernah meminta penghentian kasus Setya Novanto. Menurut PSI, pernyataan Agus yang tanpa dasar tersebut sangat berpotensi menjadi bola liar informasi, bahkan menjadi fitnah dan hoaks. Ketua DPP PSI, Ariyo Bimmo, balik mempertanyakan kredibilitas Agus sebagai mantan ketua lembaga anti-rasuah tersebut. “Perjalanan Pak Agus sebagai ketua KPK nggak mulus-mulus amat. Dari jejak digital saja kita bisa mengetahui, beliau beberapa kali bertemu dengan pihak berperkara. Bukannya akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan ya?” ujar Bimmo. PSI, kata Bimmo, menilai kredibilitas penutur ini sangat berpengaruh ketika narasi yang digulirkan tidak disertai bukti. Bahkan, menurut dia, informasi ini bertentangan dengan fakta hukum dan jejak digital yang ada.
“Motif politiknya terlalu kental. Penyampaian cerita ini menunggu momentum pilpres, padahal kalo mau Pak Agus bisa sampaikan kapan saja. Menurut saya ini malah kontra produktif untuk pak Agus sebagai Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah,” katanya melanjutkan. Dalam pemberitaan, Agus Rahardjo juga tidak merasa salah meskipun sempat dilaporkan dan diperiksa atas pelanggaran etik. Praktik ini tidak konsisten dengan pernyataan yang disebut-sebut sebagai “cerita tersembunyi” akhir-akhir ini.
“Kalo memang bersih, mengapa harus risih (cerita dari dulu). Ya kan?” kata Bimmo. Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, mengaku pernah diminta Presiden untuk menghentikan kasus dugaan korupsi KTP elektronik yang melibatkan Setya Novanto. Agus juga menyebut, dilakukannya revisi UU KPK tidak terlepas dari keputusannya yang menolak permintaan Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi KTP-el yang menjerat Setya Novanto. Saat itu, Setnov diketahui merupakan ketua umum Partai Golkar, yang menjadi parpol pendukung pemerintahan Jokowi dan ketua DPR RI.