Pengamat politik dari Universitas Ketolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Mikhael Rajamuda Bataona, mengungkapkan bahwa Erick Thohir lebih cocok menjadi pendamping Prabowo daripada Gibran Rakabuming Raka.
Menurut Bataona, jika Prabowo tetap memilih Gibran sebagai calon wakil presiden (Cawapres), maka yang akan dihadapi Prabowo dan koalisinya adalah kampanye terbuka yang besar-besaran dan penolakan terhadap politik dinasti. Selain itu, Prabowo juga akan menghadapi kampanye yang mengaitkan dirinya dengan karakter oligarki dan dinasti Orde Baru.
Bataona mengatakan bahwa bayangan kembalinya rezim Orde Baru dapat merugikan citra dan popularitas Prabowo, karena diketahui bahwa Prabowo adalah mantu dari Soeharto, penguasa selama 32 tahun di Indonesia.
Isu ini pasti akan dibahas secara intensif oleh masyarakat. Publik sekarang sudah lebih cerdas dan teredukasi. Isu ini akan terus hidup dalam ruang publik virtual dan dieksploitasi dalam berbagai demonstrasi dan protes di Indonesia.
Bataona menambahkan bahwa jika Prabowo benar-benar maju dengan Gibran, akan terjadi migrasi suara ke kubu Anies dan Muhaimin. Ini karena Gibran adalah anak biologis dan ideologis Jokowi. Sebagian besar pendukung Prabowo adalah pemilih setia yang berseberangan dengan Jokowi dalam Pilpres 2019, jadi jika Gibran menjadi Cawapres Prabowo, mereka akan beralih ke Anies-Muhaimin.
Selain itu, pemilih Jokowi yang juga menyukai Prabowo akan kehilangan kepercayaan jika Gibran maju sebagai Cawapres, karena tidak semua pendukung Jokowi adalah pemilih tradisional. Banyak dari mereka adalah kelompok kelas menengah, kaum terdidik, budayawan, dan kaum rasional yang sangat membenci politik dinasti.
Masyarakat sudah trauma dengan praktik politik dinasti selama Orde Baru. Mereka tidak ingin mengulang mimpi buruk itu. Argumentasi bahwa ini pemilihan langsung dan sangat bergantung pada pilihan masyarakat hanyalah pernyataan rasional yang tidak didukung oleh data empiris.