Universitas Negeri Surabaya (Unesa) meluncurkan program “Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) Tujuh Rintisan Desa Pancasila” sebagai respons terhadap ancaman laten intoleransi di tingkat desa. Langkah strategis ini diambil melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unesa. Program ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila di desa-desa yang rentan terhadap gesekan sosial karena keberagaman etnis dan agama.
Menurut Wakil Rektor Unesa Bidang Riset, Inovasi, Pemeringkatan, Publikasi, dan Science Center, Bambang Sigit Widodo, kebersamaan dan gotong royong adalah pondasi yang penting untuk melawan potensi disintegrasi sosial. Program ini akan dilaksanakan di tujuh desa di wilayah Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Mojokerto, dua desa di Ngawi, dan terakhir di Magetan. Setiap lokasi program dipilih berdasarkan latar belakang masyarakatnya yang kompleks.
Program ini fokus pada edukasi, pelatihan, dan penguatan karakter kebangsaan berbasis kearifan lokal. Kegiatan pembukaan program ini diawali dengan senam kebangsaan dan lima permainan interaktif bertema nasionalisme. Warga Desa Watutulis, contohnya, menyambut program ini dengan antusias dan menekankan pentingnya Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Talkshow yang diadakan sebagai bagian dari program tersebut menjadi refleksi yang penting, dengan tema “Pembekalan Kewaspadaan Sosial sebagai Penguatan Asta Cita dan Karakter Pancasila.” Unesa berharap bahwa dengan merintis tujuh desa sebagai laboratorium hidup nilai-nilai Pancasila, pesan kuat tentang pentingnya nasionalisme dan Pancasila dapat disebarkan hingga ke tingkat nasional. Inisiatif ini diharapkan mampu merawat nilai-nilai Pancasila di tengah tantangan globalisasi dan intoleransi.
Dengan demikian, Unesa mengambil peran strategis dalam membangun karakter bangsa, menunjukkan bahwa desa juga memiliki peran yang penting dalam mempertahankan nilai-nilai kebangsaan. Semoga program PKM Rintisan Desa Pancasila ini menjadi contoh bagi upaya-upaya serupa di seluruh Indonesia.