Ketika Paus Fransiskus mengunjungi Indonesia, ia meninggalkan warisan berupa Deklarasi Istiqlal yang bernilai. Deklarasi ini memuat pesan-pesan penting yang patut disimak. Salah satu isinya yang menonjol adalah tentang pentingnya membangun kerukunan umat beragama demi kemanusiaan. Di tengah krisis global saat ini, yang ditandai dengan dehumanisasi dan perubahan iklim, peran agama dihargai sebagai penggerak untuk memajukan dan menjaga martabat manusia. Paus Fransiskus tidak hanya bersuara lantang dalam mendukung upaya penyelamatan lingkungan, seperti yang dikemukakan dalam ensiklik pertamanya yang disebut Laudato si’. Ensiklik ini membahas secara eksplisit tantangan lingkungan dan perubahan iklim, serta mengajak semua umat manusia untuk bertanggung jawab dalam menjaga keberlangsungan hidup di bumi ini.
Paus Fransiskus juga memberikan kritik terhadap kapitalisme, yang dinilai sebagai biang kerok krisis lingkungan. Dalam berbagai forum dan aksi nyata, Paus Fransiskus mendorong kesadaran akan urgensi krisis iklim dan pentingnya tindakan konkret untuk menyelamatkan bumi. Berbagai gereja, termasuk di Indonesia, telah merespons dengan melakukan langkah-langkah konkret, seperti pengelolaan sampah, penggunaan energi terbarukan, dan kebijakan ramah lingkungan lainnya.
Namun, dalam konteks Indonesia, masih terdapat tantangan dalam transisi energi sebagai solusi mengatasi krisis iklim. Pembangkit listrik tenaga uap dari batu bara masih banyak digunakan, meskipun adanya upaya pengurangan secara bertahap. Selain itu, kehilangan dana hibah dari Amerika Serikat juga memperumit langkah-langkah menuju energi bersih. Wafatnya Paus Fransiskus tidak boleh menjadi alasan untuk melonggarkan upaya kita dalam mengatasi krisis iklim. Semangat Deklarasi Istiqlal perlu terus dihidupkan dan diwujudkan melalui tindakan nyata. Semoga pesan dan pemikiran Paus Fransiskus dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk menjaga keberlangsungan hidup dan harmoni di planet ini.