Sebuah spekulasi muncul mengenai kebijakan tarif baru Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang diduga hasil dari penggunaan Kecerdasan Buatan (AI). Kebijakan tersebut diumumkan Trump pada Rabu (2/4) dengan menerapkan dua tarif baru, yaitu universal senilai 10 persen untuk 180 negara dan resiprokal untuk 60 negara dengan nilai yang berbeda-beda. Dalam pengumumannya, Trump memegang papan yang berisikan dua kolom tarif yang dikenakan dan resiprokalnya. Trump tidak secara rinci menjelaskan asal-usul angka di kolom pertama, namun angka tersebut diduga berasal dari perhitungan yang disederhanakan yang diperoleh dari AI Chatbot.
Sebuah temuan menarik muncul ketika Ekonom James Surowiecki mencoba merekayasa pertanyaan yang sama dengan Trump. Berdasarkan analisisnya, tarif yang diumumkan Trump sebanding dengan defisit perdagangan suatu negara dengan AS yang dibagi dengan total ekspor mereka ke AS. Gedung Putih menolak temuan tersebut dan mengungkapkan sebuah rumus yang mereka gunakan, namun spekulasi masih berlanjut karena terlihat seperti versi ‘hiasan’ dari metode Surowiecki. Diyakini bahwa pemerintahan Trump menggunakan AI dalam perhitungan tarif ini karena masalah waktu yang singkat, sehingga mereka tergoda untuk memanfaatkan AI.
Sejumlah pengguna juga menyadari penggunaan AI dalam perhitungan tersebut. Platform AI seperti ChatGPT, Gemini, Claude, atau Grok memberikan rumusan yang sama ketika diminta untuk memecahkan defisit perdagangan. Uji coba dilakukan dengan menanyakan cara bagi AS untuk menghitung tarif yang harus dikenakan pada negara lain guna menyeimbangkan defisit perdagangan bilateral. Keempat platform tersebut memberikan rumusan defisit dibagi oleh ekspor, menunjukkan potensi penggunaan AI dalam pengambilan keputusan penting seperti kebijakan tarif.