Tegangnya Aksi Tolak UU TNI di Depan Gedung Grahadi Surabaya
Pada Senin (24/3) sore, aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru disahkan di DPR semakin memanas di depan Gedung Grahadi, Surabaya. Sekitar seribu orang yang tergabung dalam Front Anti Militerisme bertahan di lokasi meskipun terjadi ketegangan dengan aparat kepolisian.
Pukul 16.22 WIB, situasi semakin intens ketika sebagian massa mencoba membongkar barikade yang dipasang oleh polisi dengan tameng dan kawat berduri. Demonstran mulai melempari polisi dengan batu dan botol plastik, sehingga polisi merespons dengan meriam air dari mobil rantis yang terparkir di gerbang Gedung Grahadi.
Ketegangan semakin meningkat setelah lemparan botol plastik dari arah belakang barikade, diikuti dengan lemparan batu, petasan, dan molotov. Api sempat muncul namun segera dipadamkan oleh petugas. Meskipun belum jelas siapa yang memulai pembakaran dan apakah pelaku merupakan bagian dari massa aksi, kondisi semakin memanas dengan teriakan anti intelijen dari demonstran.
Massa semakin dekat ke Gedung Grahadi, merobek umbul-umbul, dan menarik kawat berduri. Aparat kepolisian menambah kekuatan dengan dua mobil water cannon dan ratusan personel bertameng. Demonstran terus berteriak “Revolusi! Revolusi! Revolusi!” sebagai bentuk penolakan atas revisi UU TNI yang dianggap menguatkan peran militer dalam kehidupan politik dan sipil Indonesia.
Polisi berupaya menenangkan situasi namun ditanggapi dengan sindiran dan teriakan lebih keras dari pengunjuk rasa. Sejak dimulai pukul 15.00 WIB, aksi masih berlangsung tanpa tanda-tanda akan segera berakhir. Massa membawa spanduk penolakan dan menyanyikan lagu “Bayar Bayar Bayar,” menunjukkan ketegasan mereka dalam menentang kebijakan yang dinilai merugikan demokrasi.