Prabowo Subianto Menceritakan Pengalaman Bersama Pak Himawan Soetanto
Saya pertama kali mengenal Pak Himawan Soetanto sewaktu masuk AKABRI pada tahun 1970. Beliau pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Gubernur AKABRI bidang operasi pendidikan. Beliau adalah sosok yang sangat terpelajar. Kemampuan Bahasa Inggris dan Bahasa Belandanya sangat baik, bahkan beliau juga menguasai sedikit bahasa Jepang karena pengalaman masa penjajahan Jepang.
Selain itu, beliau gemar membaca buku-buku sejarah. Saya sangat terkesan dengan para tokoh hebat yang saya kenal yang semuanya adalah para pembaca buku. Menurut saya, “Leader is a Reader.” Di rumahnya banyak terdapat buku, dan saat bertemu, beliau selalu berdiskusi tentang buku dengan saya. Penampilannya selalu rapi, wajah selalu penuh senyum, senang humor, tenang tapi percaya diri, dan dekat dengan anak buah. Terlihat jelas bahwa beliau memiliki pengalaman tempur yang panjang.
Penampilan beliau sangat berbeda dengan atasan-atasan lain yang tidak memiliki banyak pengalaman tempur. Mereka biasanya selalu menjaga jarak dengan anak buah, selalu mematuhi peraturan, dan cenderung kaku. Sementara atasan yang sering bersama pasukan di lapangan justru lebih santai, tidak kaku, dan mengikuti peraturan sesuai dengan kondisi lapangan.
Pak Himawan Soetanto mengajarkan kepada saya bahwa seorang komandan harus dekat dengan anak buah, harus bersama mereka dari bangun pagi sampai tidur. Komandan juga harus memeriksa dengan detail kondisi anak buah, mulai dari dapur, kamar mandi, bahkan pakaian dalam mereka. Hal ini membuat saya memiliki kebiasaan untuk mengecek detail dapur dan perlengkapan anak buah.
Karier Letnan Jenderal Himawan Soetanto sangat tersohor dan beliau menjadi inspirasi di kalangan tentara. Saya sangat dekat dengan beliau dan sampai dengan beliau pensiun saya tetap dekat. Beliau merupakan salah satu mentor saya. Bahkan, hari-hari terakhir sebelum meninggal, beliau sempat mencari saya dan saya dengan sikap hormat penuh menjenguk beliau di rumah sakit.
Pada kesempatan terakhir itu, beliau sudah tidak dapat berbicara tapi saya menyampaikan, “You are the real general, Sir!” Beliau meneteskan air mata. Merupakan suatu kehormatan besar bagi saya, karena jenderal yang saya kagumi masih mencari saya pada saat-saat sebelum meninggal dunia.